Refleksi
Pengembangan Learning
Trajectory Pendidikan Dasar (Rabu, 25 Maret 2015)
Dosen Pengampu Prof. Dr.
Marsigit, M. A.
Refleksi
singkat hasil tayangan video Pembelajaran Matematika di Jepang melalui VTR (Voice Tape Recorder) pada mata kuliah
Pengembangan Learning Trajectory Pendidikan Dasar hari Rabu, 25 Maret 2015. Prof.
Marsigit meminta kami untuk menuliskan tanggapan video tersebut, meliputi: Tanggapan
PBM berdasarkan pengalaman dan pengetahuan saya, Pertanyaan yang muncul dari
pikiran saya, Identifikasi pembelajaran, Dengan mengambil sisi baikdari PBM
tersebut, berikut adalah usaha saya untuk mengembangkan PBM sejenis sesuai
dengan konteks budaya lohal saya (Jawa-Indonesia). Dari hasil tayangan video
tersebut dengan segala keterbatasannya mencoba merefleksikan apa yang saya
lihat dalam tayangan video pembelajaran matematika SD di Jepang. pembelajaran
yang dilakukan secara tim (kolaborasi) materi yang disampaikan berkenaan dengan
konsep perkalian. Guru hanya menjelaskan konsep-konsep dasar materinya dengan menampilkan tabel perkalian kemudian siswa diminta untuk mengembangkan sendiri konsep dasar tersebut
melalui kegiatan diskusi, saya melihat dengan tabel perkalian siswa menemukan
konsep FPB, kelipatan, sifat pertukaran, perkalian istimewa 9 dll. Siswa
menemukan jawabannya sendiri sehingga mudah bagi siswa untuk menguasai,
menyimpan apa yang mereka dapatkan sendiri dan mudah dalam mengingatnya karena
mereka membangun konsep itu sendiri. Kegiatan diskusi dalam kelas tersebut dikembangkan dengan memperhatikan
kebutuhan siswa. Prinsip demokrasi diterapkan dalam metode ini. Pembelajaran
dilakukan oleh siswa, dari siswa, dan untuk siswa. Siswa bebas mengekspresikan
pemikiran mereka tentang materi yang sedang dipelajari. Rasa ingin tahu dan minat belajar siswa sangat tinggi terbukti dengan
keaktifan mereka ketika dalam pembelajaran di kelas. Ketika ada siswa yang menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas maka
siswa yang lain beserta guru menanggapinya dan jika pendapatnya berbeda dengan
temannya, siswa berani untuk menyampaikan pendapatnya di depan teman-temannya, sehingga terjalin komunikasi dan kerjasama yang baik dari semua pihak baik guru
dengan guru, siswa dengan siswa maupun guru dengan siswa. Ketika siswa
menyampaikan jawaban yang kurang tepat guru tidak menyalahkannya akan tetapi
menuntun dan membimbing mereka untuk menemukan kembali jawaban yang lebih
tepat. Siswa SD sudah mampu mengutarakan pendapatnya dan mempertanggungjawabkan
pendapatnya. Siswa berani mempresentasikan hasil
diskusinya, menyampaikan ide/gagasan dan pendapat mereka di depan kelas tanpa
rasa takut karena mereka sudah dilatih untuk percaya diri, mengembangkan rasa
percaya dirinya tersebut, dan dilatih pula mengembangkan kepekaan intuisi
mereka. Semua siswa
aktif menunjukkan partisipasinya. Siswa juga aktif bertanya, berkomentar, atau
pun menanggapi apa yang dipresentasikan teman mereka.
usaha
saya untuk mengembangkan PBM sejenis sesuai dengan konteks budaya lohal saya (Jawa-Indonesia)
Permain
pada umumnya tidak dapat dipisahkan dari anak-anak, karena disampingmemenuhi
kebutuhan akan bermain dapat juga menambah atau memperkaya pengalaman anak.
Dengan keinginan anak bermain, orang tua atau pendidik dapat memanfaatkannya
untuk menanamkan pengertian akan pelajaran misalnya belajar matematika. Dengan
memanfaatkan situasi anak bermain sambil belajar matematika, maka kelak
diharapkan :
- Anak / peserta didik senang dalam mengerjakan suatu bahan pelajaran matematika.
- Anak / peserta didik terdorong dan menaruh minat untuk mempelajari matematikasecara sukarela.
- Adanya suatu semangat bertanding dalam suatu permainan dan berusaha untukmenjadi pemenang dan dapat mendorong anak / peserta didik untuk memusatkanperhatian pada permainan yang dihadapinya.
- Ketegangan-ketegangan dalam pikiran anak / peserta didik setelah belajarmatematika dapat berkurang.
- Anak / peserta didik dapat memanfaatkan waktu yang terluang.
·
Agar mereka tidak dibebani dengan konsep
matematika yang akan diberikan pada anak /peserta didik maka orang tua maupun
pendidik harus harus turut serta atau ikut berkecimpungdalam permainan tersebutsalah
satunya permaianan congklak atau dakon.
Proses pembelajaran merupakan inti
dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan
utama. Proses pembelajaran banyak berakar pada berbagai pandangan dan konsep
serta perwujudan proses itu sendiri dapat terjadi dalam berbagai model. Maka
dari itu untuk menunjang proses pembelajaran yang efektif dan efisien
diperlukan media atau alat peraga agar siswa dapat memahami materi pelajaran
yang diberikan oleh guru. Mengingat begitu pentingnya alat peraga pada proses
belajar, maka guru berperan penting dalam memanfaatkan media dan sumber belajar
tersebut. Media atau alat peraga yang akan dibahas pada kesempatan kali ini
adalah Permainan Congklak atau Dakon sebagai media
pembelajaran matematika untuk anak.
Permainan dalam pembelajaran
matematika disekolah bukan untuk menerangkan melainkan suatu cara atau tehnik
untuk mempelajari atau membina ketrampilan dari suatu materi tertentu. Secara
umum cocok untuk membantu mempelajari fakta dan ketrampilan. Beberapa pakar
pendidikan mengatakan bahwa tujuan utama digunakan permainan dalam pembelajaran
matematika adalah untuk memberikan motivasi kepada siswa agar menjadi senang.
Apabila guru berniat merencanakan kegiatan permainan matematika dalam
pembelajaran, maka guru perlu mengkaji topik yang tepat untuk kegiatan
yang didukung oleh permainan. Dari hasil kajian tersebut guru dapat memilih
atau mengidentifikasi permainan yang bertujuan meningkatkan keterampilan
matematika dan digunakan dalam waktu serta situasi yang tepat.
Alat peraga permainan congklak dapat
digunakan siswa untuk memahami operasi hitung seperti penjumlahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian. Misalnya permainan congklak kita
gunakan sebagai alat peraga untuk menjelaskan konsep perkalian (x) dan pembagian
(:). Konsep pemahaman perkalian dan pembagian dasar mulai diajarkan di kelas
tematik Sekolah Dasar. Saya masih ingat betul ketika pada masa SD dulu,
biasanya para siswa diminta untuk menghafalkan perkalian, mulai dari perkalian
1 hingga perkalian 10. Dimana sebelumnya guru telah memberikan tabel perkalian
dan pembagian pada siswa. Hal ini dilakukan untuk mempersingkat dan mempercepat
pembelajaran tanpa susah payah. Begitu juga dengan pembagian, guru hanya
memberitahukan bahwa pembagian adalah kebalikan dari perkalian atau sebaliknya.
Konsep Perkalian (x) adalah penjumlahan
berulang-ulang, artinya suatu bilangan bila dijumlahkan dengan bilangan itu
sendiri secara berulang-ulang maka akan menghasilkan operasi hitung baru yang
berupa perkalian, contoh: 2+2+2+2+2=10, artinya angka 2 dijumlahkan dengan
bilangan itu sendiri sebanyak lima kali maka hasilnya 10, maka bilangan
perkaliannya adalah : 5×2=10, sehingga : 2+2+2+2+2=5×2, hasilnya 10.
Konsep Pembagian (:) adalah kebalikan
dari perkalian, tetapi pada penyampaian kepada siswa tidak bisa disampaikan
langsung bahwa pembagian adalah kebalikan perkalian, tetapi harus memahami dulu
bagaimana pembagian itu bisa terjadi. Pembagian adalah pengurangan suatu
bilangan dengan bilangan lain secara berulang-ulang hingga habis. Contoh :
10–2–2–2–2–2=0, artinya bilangan 10 dikurangi 2 sebanyak 5 kali, maka bilangan
matematikanya adalah 10:2=5 (sepuluh dibagi dua sama dengan lima). Jika kita
balik dengan perkalian 5×2=10 (lima kali dua sama dengan sepuluh). Nah,
disinilah maka konsep perkalian dan pembagian dapat sedikit dimengerti oleh
siswa.
Kenapa saya mengatakan sedikit
dimengerti, karena dengan konsep teori diatas tanpa dipraktekan dengan hal yang
konkrit maka siswa akan menemui kesulitan, apalagi bila sudah mencakup bilangan
lebih dari 10. Akan tetapi, dengan alat permainan congklak atau dakon minimal
siswa bukan hanya mengerti dan hafal saja tetapi lebih dari itu siswa akan bisa
dan lebih ingat. Pada prinsipnya, mendengar saja tidak cukup, karena pasti akan
mudah lupa, begitu juga jika hanya melihat dan mendengar, siswa hanya hafal
tapi belum tentu bisa mengerjakan, akan tetapi jika siswa melihat, mendengar
dan mengerjakan maka besar kemungkinan siswa akan bisa dan lebih ingat.
Contoh lain dari permainan
congklak sebagai media pembelajaran matematika, misalnya Anda dapat
mengajarkan anak belajar berhitung dengan mengajak buah hati Anda bermain
congklak. Pada papan congklak terdapat 14 lobang terdiri dari 7 lobang
dihadapan Anda dan 7 lobang dihadapan anak Anda. Jika menggunakan 7 lobang
pasang, maka tiap lobang diisi dengan 7 biji congklak. Jadi jumlah biji
congklak yang digunakan adalah jumlah lobang pasangan kali dua kali jumlah
masing-masing biji congklak (contoh: 7x2x7=98 biji congklak). Hal ini dapat
Anda praktekan pada saat bermain dakon bersama anak Anda. Misalnya
begini... Nak ayo kita isi lobangnya, ada tujuh lobang, 1,2,3,4,5,6,7.
Coba hitung nak, ada berapa jumlah semuanya? (7+7=14). Ada 2 lobang
masing-masing ada 7 biji congklak, jadi semuanya ada berapa? (2x7=14). Oya nak,
kamu punya 14 biji, kita bagi 7 yuk! Jadi cukup untuk berapa lobang nak? Oh…
untuk 2 lobang pak (14:7=2).
Dengan adanya permainan congklak,
anak-anak akan medapatkan lebih manfaatnya. Selain sebagai alat peraga
pembelajaran matematika, permainan congklak secara tidak langsung menyumbang
kegiatan jasmani adaptif anak, yaitu melatih motorik halus. Ketika anak
memindahkan biji congklak dari satu lobang ke lobang lain, maka mereka melatih
motorik halus mereka.Apapun strategi pembelajaran matematika dalam bentuk
permainan guru perlu mengidentifikasi topik-topik yang memerlukan
pembinaan ketrampilan khusus, misalnya fakta dasar penjumlahan atau perkalian,
menentukan tujuan pembelajaran secara jelas, merencanakan kegiatan secara rinci
seperti bentuk permainan, sarana, dan evaluasi.
Kesimpulan
Media
pembelajaran menggunakan permainan dakon merupakan salah satu strategi
kunci untuk meningkatkan kualitas berhitung anak-anak Indonesia, khususnya
untuk pada anak tunagrahita yang selama ini mengalami kesulitan dalam
berhitung. Akan tetapi hal ini juga harus di dukung dengan adanya seorang guru
yang harus kreatif dalam membuat dan menyediakan media yang sesuai dengan
pembelajaran di kelas.
Media
pembelajaran menggunakan permainan dakon disamping sangat membantu proses
belajar anak tunagrahita dalam meningkatkan keterampilan berhitung, juga secara
ekonomi media pembelajaran ini sangatlah murah dan terjangkau. Selain itu
manfaatnya pun cukup besar dalam membantu belajar anak tunagrahita dalam proses
pembelajaran matematika khususnya dalam melatih berhitung seorang anak.
Saran
Untuk guru: (1) Sebaiknya guru mengetahui terlebih
dahulu anak tunagrahita yang diajar termasuk dalam tahap belajar apa, sehingga
dengan begitu akan mudah bagi guru memberikan pembelajaran dan teknik yang
sesuai dengan perkembangan belajar anak. (2) Guru harus menggunakan media untuk
mendukung pembelajaran, karena perkembangan anak tunagrahita yang sulit untuk
membayangkan dan memikirkan hal-hal yang abstrak sehingga dengan adanya media
akan membantu mereka untuk berilustrasi. (3) Salah satu media yang dapat
digunakan ketika matapelajaran matematika adalah congklak (dakon),
permainan tradisional ini juga tidak hanya mampu digunakan untuk pelajaran
berhitung saja namun sebagai upaya untuk melestarikan permainan tradisional
asli Indonesia yang sudah hampir dilupakan.
Sumber
http://permainandakon.blogspot.com/Diaksespadatanggal
30 Maret 2015.
http://diankartika.weebly.com/metode-pembelajaran-2b-bermain-sambil-belajar.htmlDiaksespadatanggal
30 Maret 2015.
Marsigit.(2015). ReferensiBerbagaiTeoriBelajardanMengajar.http://powermathematics.blogspot.com/2015/03/referensi-berbagai-teori-belajar-dan.html.
Diaksespadatanggal 30 Maret 2015.
http://www.marneskliker.com/2015/01/permainan-congklak-sebagai-media-pembelajaran-matematika.htmlDiaksespadatanggal
30 Maret 2015.